Minggu, 01 Juni 2014

DRAMATURGI SANDIWARA



DRAMATURGI SANDIWARA
Dede Pramayoza
A.      Fenomena Sandiwara
Sandiwara atau terkadang dinamakan pula sebagai sandiwara kampung adalah nama sebuah seni drmatik (teater) yang berkembang luas dalam masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat pada dekade 1960-an hingga pertengahan 1990-anperkembangan luas sandiwara pada masa itu ditandai dengan dipergelarkannya kesenian ini secara sporadis di berbagai tempat. Sandiwara tidak hanya sekedar tontonan atau hiburan, tetapi juga mengambil bagian penting dalam bagian penting dalam berbagai kegiatan masyarakat dengan lingkup nagari. Berkembangnya sandiwara sebagai “ teater rakyat” dalam masyarakat minangkabau di Sumatra Barat itu adalah gejala yang cukup menarik berbasis produksi di nagari-nagari membuat sandiwara berhadapan langsung dengan randai seni teater tradisional masyarakat Minangkabau.
Kata sandiwara bukan berasal dari kata dalam Minangkabau. Lebih jauh, kemungkinan terdapat dramaturgi khas meliputi indikator seni peran, penyutradaraan, dan tata artistik yang diterapkan dalam proses kreatif sandiwara, apalagi sandiwara mengidentifikasikan ciri-ciri kebentukan yang hibrid yang menggabungkan komponen-komponen dari kategori teater yang lazimnya dipanjang berbeda, bahkakn cendrung kontradiktif. Kontestasi antara tradisi dan modernitas di dalam teater, sebagaimana yang tampak pada sandiwara, dapat dilihat sebagai konsekuensi dari berbagai keterlibatan sebuah masyarakat dengan kebudayaan modern. Sandiwara  adalah bagian dari kondisi poskolonial menjadi semacam masyarakat Minangkabau yang dengan kata lain berpotensi menjadi semacam “drama/ teater poskolonial” dalam masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat. Pelaberlan sandiwara sebagai teater “tidak serius” itu mengingatkan tentang kanosiasi dalam diskursus seni dramatik pra-Indonesia di masa kolonial.
“Teater Rakyat” sekaligus “drama Poskolonial” di Indonesia yang pada praktiknya seringkali merupakan bentuk hibrida dari opera melayu dan tonil dengan tambahan pengaruh-pengaruh baru atau hibrida dari pengaruh seni dramtik yang baru sama sekali cendrung pula dianggap sebagai “kesenian tidak serius” sehingga absen dari ranah kajian teater dan seni-seni dramatik.

·         Riwayat Sandiwara
1.       Masa Opera Melayu dan Tonil
Perkembangan seni dramatik di Sumatra Barat pertama kali dicatat oleh Van Kerckoff dalam sebuah risalah yang ditulis di Payakumbuh pada Tahun 1888. Dari keterangan Van Kerckoff disimpulkan bahwa Tonil melayu itu, yaitu pertama, masyarakat Sumatra Barat mula berkenalan dengan rombongan yang pentas secara teratur sebagaimana mulai berkembang di kota-kota besar lainnya. Dari Padang tonil Melayu berkemungkinan kemudian mulai menyebar ke berbagai daerah seperti Pariaman, Padangpanjang, Bukittinggi, Payakumbuh, dan tempat lain ditemukannya potensi penonton serta orang-orang yang berbakat untuk menjadi pemain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar